Sejarah Desa
Seperti desa-desa di wilayah Kabupaten Wonogiri lainnya, desa Waru merupakan bagian wilayah dari Praja Mangkunegaran di masa lalu. Praja Mangkunegaran adalah sebuah kadipaten otonom yang pernah berkuasa di wilayah Surakarta sejak tahun 1757 sampai dengan tahun 1946 yang merupakan bagian dari Keraton Kasunanan Surakarta, berdasarkan Perjanjian Salatiga yang ditandatangani pada tanggal 17 Maret 1757. Keraton Kasunanan Surakarta merupakan pecahan Kerajaan Mataram berdasarkan Perjanjian Giyanti tahun 1755 yang membagi wilayah Kerajaan Mataram menjadi Kasultanan Jogjakarta dan Kasunanan Surakarta. Sebagai raja pertama Praja Mangkunegaran adalah Raden Mas Said atau Pangeran Samber Nyawa yang bergelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Mangkunegara I dan berkedudukan di Pura Mangkunegaran yang terletak di Surakarta. Raden Mas Said diberi hak untuk menguasai wilayah timur dan selatan sisa wilayah Mataram sebelah timur, yang wilayah itu kini mencakup bagian utara Kota Surakarta (Kecamatan Banjarsari), seluruh wilayah Kabupaten Karanganyar, seluruh wilayah Kabupaten Wonogiri dan sebagian dari wilayah Kecamatan Ngawen dan Semin di Kabupaten Gunung Kidul.
Sebagai bekas wilayah Praja Mangkunegaran maka adat-istiadat dan budaya masyarakat kebanyakan masih mengikuti tradisi Mangkunegaran, seperti adat upacara bersih desa/ dusun, adat upacara kenduren, adat upacara pernikahan dan adat atau budaya lainnya. Demikian halnya sebutan untuk aparat pemerintah atau pamong praja di masa lalu seperti Penewu sebagai sebutan untuk Camat, Demang untuk Kepala Desa, Carik untuk Sekretaris Desa, Kebayan untuk Kepala Dusun dan istilah sebutan lainnya.
Sampai saat ini tidak diketahui secara pasti asal muasal nama desa Waru, karena tidak ada sejarah atau legenda yang menceritakan asal mula mengapa desa ini dinamakan “Waru”. Waru adalah merupakan nama jenis pohon yang sering tumbuh di pinggir jalan atau sungai. Mungkin di wilayah ini pada masa lampau banyak ditumbuhi pohon Waru, sehingga wilayah ini dinamakan Desa Waru.
Sejak pemerintahan desa Waru terbentuk pada masa kemerdekaan sampai sekarang ini telah mengalami beberapa kali pergantian pimpinan pemerintahan. Tidak diketahui secara pasti proses pengangkatan kepala desa yang pertama, dilaksanakan pemilihan atau penunjukkan. Yang banyak diketahui oleh masyarakat, Kepala Desa Waru yang pertama adalah Wiro Pranoto yang menjabat sejak masa kemerdekaan hingga tahun 1968, dan sebagai Carik Desa pada waktu itu Tanto Suharjo. Untuk mengenang serta memberikan penghargaan atas jasa- jasa kepala pemerintahan Desa Waru pertama, nama tersebut mulai tahun 2005 digunakan sebagai nama salah satu ruas jalan utama yang menuju ke pusat pemerintahan Desa Waru.
Seiring perubahan peraturan perundang – undangan yang berlaku, maka pada tahun 1969 dilaksanakan pemilihan kepala desa secara langsung oleh warga desa Waru. Pada waktu itu ada 2 (dua) nama calon kepala desa yang mengikuti pemilihan, dan Dwijo Suwarto terpilih sebagai kepala desa. Beliau menjabat sampai dengan tahun 1988 selama kurang lebih 20 (dua puluh) tahun, yang pada akhirnya beliau mengakhiri masa tugasnya sebagai kepala desa dan kembali menjadi PNS. Pergantian kepala pemerintahan Desa Waru pada tahun- tahun berikutnya berjalan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Mereka yang menjabat sebagai kepala desa terpilih dapat menyelesaikan tugas dan kewajibannya dengan baik, yaitu: Sujarwo menjabat pada tahun 1989 sampai dengan 1998, Sukardi Prabowo menjabat pada tahun 1999 sampai dengan tahun 2006, Sri Hartono menjabat pada tahun 2007 sampai dengan 2012, selanjutnya Wisnu Sejati menjabat pada tahun 2013 sampai dengan tahun 2018, dan terpilih kembali untuk masa jabatan tahun 2020 – 2025.